Meminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah
adalah:
1. Ilahiyat.
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan,
Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah
dan lainnya.
2. Nubuwat.
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,
termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat.
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam’iyyat.
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat Sam’i
(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh,
akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.[9]
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistimatika arkanul iman (rukun iman) yaitu:
1.
Iman Kepada Allah SWT.
2.
Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain
seperti Jin, Iblis dan Syetan).
3.
Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.
4.
Iman Kepada Nabi dan Rasul.
5.
Iman Kepada Hari Akhir.
6.
Iman Kepada Takdir Allah.
2. Delapan Kaidah Aqidah
1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakin
adanya, kecuali bila akal saya mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa
lalu.
Misalnya,
bila saya untuk pertama kali melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi air
putih kelihatan bengkok, atau melihat genangan air di tengah jalan
[fatamorgana], tentu saja saya akan membenarkan hal itu. Tapi bila terbukti
kemudian bahwa hasil penglihatan indera saya salah maka untuk kedua kalinya
bila saya melihat hal yang sama, akal saya langsung mengatakan bahwa yang saya
lihat tidak demikian adanya.
2. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan
langsung, juga bias melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
Banyak
hal yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita meyakini
adanya. Misalnya anda belum pernah ke Thailand, Afrika atau Yaman, tapi anda
meyakini bahwa negeri-negeri tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah, tentang
Daulah Abbasiyah, Umayyah atau tentang kerajaan Majapahit, dan lain-lain, anda
meyakini kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang anda terima dari sumber
yang anda percaya.
3. Anda
tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa menjangkaunya dengan indera anda.
Kemampuan alat indera memang sangat terbatas. Telinga
tidak bisa mendengar suara semut dari jarak dekat sekalipun, mata tidak bisa
menyaksikan semut dari jarak jauh. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa
memungkiri wujudnya sesuatu hanya karena inderanya tidak bisa menyaksikannya.
4.
Seseorang
hanya bisa menghayalkan sesuatu
yang sudah pernah dijangkau oleh inderanya.
Khayal manusiapun terbatas. Anda tidak akan bisa
menghayalkan sesuatu yang baru sama sekali. Waktu anda menghayalkan kecantikan
seseorang secara fisik, anda akan menggabungkan unsur-unsur kecantikan dari banyak
orang yang sudah pernah anda saksikan.
5.
Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan
ruang dan waktu.
Tatkala mata mengatakan bahwa tiang-tiang listrik
berjalan waktu kita menyaksikannya lewat jendela kereta api akal dengan cepat
mengoreksinya. Tapi apakah akal bisa memahami dan menjangkau segala sesuatu?
Tidak. Karena kemampuan akalpun terbatas. Akal tidak bisa menjangkau sesuatu
yang tidak terikat dengan ruang dan waktu.
6.
Iman adalah fithrah setiap manusia.
Setiap manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan.
Pada saat seseorang kehilangan harapan untuk hidup, padahal dia masih ingin
hidup, fithrahnya akan menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan. Misalnya bila
anda masuk hutan, dan terperosok ke dalam lubang, pada saat anda kehilangan harapan
untuk bisa keluar dari lubang tiu, anda akan berbisik “Oh Tuhan!”
7.
Kepuasan materil di dunia sangat terbatas.
Manusia tidak akan pernah puas secara materil. Seorang
yang belum punya sepeda ingin punya sepeda. Setelah punya sepeda ingin punya
motor dan seterusnya sampai mobil, pesawat, dan lain lain. Bila keinginan
tercapai maka akan berubah menjadi sesuatu yang “biasa”, tidak ada rasa
kepuasan pada keinginan itu. Selalu saja keinginan manusia itu ingin lebih dari
apa yang sudah di dapatnya secara materil. Dan keinginan manusia akan dipuaskan
secara hakiki di alam sesudah dunia ini.
8.
Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis
dari keyakinan tentang adanya Allah.
Jika anda beriman kepada Allah, tentu anda beriman dengan
segala sifat-sifat Allah, termasuk sifat Allah Maha Adil. Kalau tidak ada
kehidupan lain di akhirat, bisakah keadilan Allah itu terlaksana? Bukankah
tidak semua penjahat menanggung akibat kejahatannya di dunia ini? Bukankah
tidak semua orang yang berbuat baik merasakan hasil kebaikannya?. Bila anda
menonton film, ceritanya belum selesai tiba-tiba saja dilayar tertulis kalimat
“Tamat”, bagaimana komentar anda? Oleh sebab itu, iman anda dengan Allah
menyebabkan anda beriman dengan adanya alam lain sesudah alam dunia ini yaitu
Hari Akhir.
3. Fungsi Aqidah
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi
bangunan yang akan didirikan harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat.
Kalau fondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa
fondasi.[10]
Kalau ajaran Islam kita bagi dalam
sistimatika Aqidah Ibadah Akhlak dan Mu’amalat, atau Aqidah Syari’ah dan
Akhlak, atau Iman Islam dan Ihsan, maka ketiga/keempat aspek tersebut tidak
bisa dipisahkan sama sekali. Satu sama lain saling terkait. Seseorang yang
memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib,
memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak
akan diterima oleh Allah swt kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Misalnya
orang nonmuslim memberi beras kepada seorang yang miskin, amal ibadah orang itu
nilainya NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima ibadahnya karena orang itu
tidak punya landasan aqidah.
Seseorang bisa saja merekayasa untuk
terhindar dari kewajiban formal, misalnya zakat, tapi dia tidak akan bisa
menghindar dari aqidah. Misalnya, aqidah mewajibkan orang percaya bahwa Tuhan
itu cuma satu yaitu Allah, orang yang menuhankan Allah dan sesuatu yang lain
[uang misalnya] maka akan kelihatan nanti, tidak bisa ditutup-tutupi, tidak
bisa direkayasa. Entah dari bicaranya yang seolah-olah uang telah membantu
hidupnya, tanpa uang dia tidak akan nisa hidup, atau dari perilakunya yang satu
minggu sekali datang ke pohon besar dan berdoa disitu.
Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode Mekah
memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga
bangunan Islam dengan mudah berdiri di periode Madinah. Dalam dunia nyatapun
ternyata modal untuk membangun sebuah bangunan itu lebih besar tertanam di fondasi.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah
maka syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.
KESIMPULAN
Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai fondasi.
Di mana seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah merupakan
beberapa prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk
menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi
aqidah sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan oleh Allah Swt. melalui
wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.
Pada hakikatnya filsafat dalam
bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Allah menganugerahkan
kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal adanya Allah
dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa.
Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan berhati-hati.
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an
dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi
memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau
diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan
Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat
terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang tidak
terbatas.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah
maka syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. H. Yunahar
Ilyas, Lc., Kuliah Aqidah Islam,
Yogyakarta, LPPI, 1992.
Dr. Ahmad Daudy, Kuliah
Aqidah Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1997.
Al-Jazairy, Abu
Bakar Jabir, Aqidah al-Mukmin, Cairo, Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyah,
1978.
Al-Banna Hasan, Majmu’atu
ar-Rasail, Muassasah ar-Risalah Beirut, tanpa tahun.
Drs. Edi Suresman,
A.Md., Aqidah Islam, Malang, IKIP, 1993.
0 Response to "Ruang Lingkup Aqidah Islam"
Posting Komentar